08 March 2011

Tidak Akan Hilang Jika Memang Milikmu

Tidak akan hilang jika memang milikmu, tetapi jika memang bukan milikmu bagaimanapun anda menginginkannya tetap tidak akan diperoleh. Ini adalah prinsip alam semesta, tetapi ada berapa orang yang benar-benar percaya kepada prinsip ini? Manusia hidup didunia ini seumur hidup bertarung untuk mendapatkan apa yang diinginkan, menghalalkan segala cara sehingga menimbun banyak dosa dan karma.
Ini adalah sebuah cerita dimasa kecil saya yang sering diceritakan oleh orang-orang tua yang bijaksana.
Di China bagian selatan ada sebuah desa, didesa ini ada seorang kaya, orang kaya ini ada seorang pembantu lelaki, ayah pembantu ini semasa hidupnya juga bekerja untuk orang kaya ini, seumur hidup bekerja dengan rajin, sehingga mengumpulkan banyak pahala baik untuk keturunannya.
Pada suatu malam, dewa langit yang bertugas mengumpulkan harta menitipkan sebuah mimpi untuk pembantu lelaki ini, didalam mimpi  ayahnya yang sudah meninggal berpesan kepadanya, besok sore menyuruhnya datang ke kandang kuda membersihkan kotoran kuda. Di bawah tumpukan kotoran kuda ada sebuah kantong biru, didalamnya berisi 10 batang emas, ayahnya berulang kali berpesan kepadanya, diantara 10 batang emas ini hanya 1 batang milikmu, yang 9 batang lagi adalah milik majikannya, ayahnya menyuruhnya harus mengembalikannya kepada majikannya jangan dijadikan milik sendiri, karena itu memang bukan milikmu.
Sesuai dengan pesan dimimpinya, pembantu lelaki ini pergi ke kandang kuda membersihkan kotoran kuda, benar saja dibawah kotoran kuda dia menjumpai sebuah kantong biru didalamnya berisi 10 batang emas, seumur hidupnya dia belum pernah melihat begitu banyak emas, hatinya mulai goyah, timbul niat jahatnya, dia berpikir emas ini bisa membuat dia kaya raya seumur hidupnya, sehingga tidak perlu lagi bekerja, selanjutnya dia bisa menikmati hidup enak. Pembantu lelaki ini berpikir emas ini dia yang menemukan, tidak ada sedikit hubungan dengan majikannya, dia bermaksud mengambil semua emas ini menjadi milik dirinya sendiri.
Setelah makan malam, pembantu lelaki ini bermaksud membawa pulang 10 batang emas ini. Dia lalu pergi menemui majikannya dan berkata, “Sudah dekat tahun baru, sebenarnya saya masih mau bekerja beberapa hari lagi, tetapi istri saya sudah mau melahirkan, saya bermaksud pulang lebih cepat membantunya.” Majikannya sangat perhatian dengan gembira menyetujuinya.
Rumah pembantu lelaki ini tidak jauh, hanya ½ jam bisa sampai. Akhirnya pembantu lelaki ini membawa 10  batang emas tersebut berjalan pulang kerumahnya.
Diantara 10 batang emas ini, hanya 1 batang yang  karena ayahnya berbuat amal sehingga menjadi milik pembantu lelaki ini, sedangkan yang 9 batang adalah karena orang tua majikan kaya ini berbuat amal meninggalkannya untuk majikan kaya ini. Pembantu lelaki ini membawa pulang 10 batang emas ini, membuat dewa langit menjadi marah. Dewa langit berubah menjadi perampok, menunggu dijalan yang akan dilewati pembantu ini, ingin memberi pelajaran kepada pembantu lelaki ini.
Pembantu lelaki ini sambil mengantungi 10 batang emas dengan gembira berjalan pulang kerumahnya, di jalan dia bertemu dengan seorang yang tinggi besar dengan wajah bengis.
Lelaki tinggi besar ini mendekatinya, setelah berada didepannya meninju wajahnya. Dengan pisau ditangan lelaki bengis ini berkata, “Cepat serahkan semua emas yang engkau bawa, jika tidak saya tidak akan membiarkanmu hidup!” Pembantu lelaki ini ketakutan dari kantongnya dia mengeluarkan 9 batang emas sambil berkata, “hanya ini, semuanya sudah saya keluarkan.” “Bohong, cepat keluarkan semuanya!” Pemuda ini demi menyelamatkan nyawanya mengeluarkan seluruh emasnya dan menyerahkannya kepada lelaki bengis ini, Lelaki bengis ini menyepak pembantu ini jatuh ketanah lalu pergi meninggalkannya.
Pembantu ini setelah melihat lelaki bengis ini sudah pergi menjauh, lalu perlahan dia bangkit seperti mimpi, dengan linglung dia kembali kerumahnya. Setelah sampai dirumahnya dia hanya bilang kepada istrinya bahwa dia sudah sangat lelah, tidak berkata apa-apa lagi. Istrinya melihat keadaannya suaminya berpikir sudah seharusnya lelah sudah bekerja seharian, lalu dia meladeni suaminya untuk dapat istirahat secepatnya.
Dewa langit untuk menyelesaikan tugasnya, lalu dia berubah menjadi seorang tua berkunjung ke rumah majikan kaya ini, dan berkata, “Saya tahu, ayahmu sudah meninggal, semasa hidupnya ayahmu adalah partner bisnis saya. Ayahmu menitipkan 10 batang emas, yang sembilan batang adalah milik kamu, dan yang satu batang adalah milik pembantu lelakimu, engkau harus menyerahkan kepadanya, tidak boleh menjadi milikmu.” Setelah berkata demikian orang tua ini dari kantongnya mengeluarkan 10 batang emas menaruhnya diatas meja, lalu menghilang dari tempat itu.
Setelah orang tua ini menghilang, majikan kaya ini tahu hari ini dia sudah bertemu dengan dewa, apa yang dipesan dewa harus dipatuhi dia tidak berani membantah, dia bermaksud bergegas pergi kerumah pembantunya.
Setelah ½ jam majikannya sampai dirumah pembantunya, berkata kepada pembantunya, “Engkau sudah sepanjang tahun bekerja dirumah saya, sudah sangat capek, istrimu sudah akan melahirkan, saya tahu engkau tentu perlu uang, saya hadiahkan sebatang emas ini kepadamu semoga istrimu dapat melahirkan dengan selamat, semoga keluargamu dapat berbahagia di tahun baru ini.” Setelah berkata demikian majikannya menaruh sebatang emas diatas meja, pembantu lelaki ini juga menjadi bengong, apapun tidak bisa diucapkannya, didalam hatinya terngiang pepatah, “Tidak akan hilang jika memang sudah menjadi milikmu, tetapi jika bukan menjadi milikmu, bagaimanapun engkau tidak akan mendapatnya.

Kisah Besi Dan Air

Ada dua buah benda yang bersahabat karib yaitu besi dan air. Besi seringkali berbangga akan dirinya sendiri. Ia sering menyombong kepada sahabatnya : “lihat ini aku, aku kuat dan keras. aku tidak seperti kamu yang lemah dan lunak.” Air hanya diam saja mendengar tingkah sahabatnya.

Suatu hari besi menantang air berlomba untuk menenembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana. Aturannya : “barang siapa dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka maka ia dinyatakan menang.”
Rintangan pertama mereka ialah mereka harus m
elaluipenjaga gua itu yaitu batu-batu yang keras dan tajam. Besi mulai menunjukkan kekuatannya, ia menabrakkan dirinya ke batu-batu itu. Tetapi karena kekerasannya, batu-batuan itu mulai runtuh menyerangnya dan besipun banyak terluka disana sini karena melawan batu-batuan itu.

Air melakukan tugasnya, ia menetes sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan itu, ia dengan lembut mengikis bebatuan itu sehingga bebatuan lainnya tidakterganggu, ia hanya melubangi seperlunya saja untuk lewat tetapi tidak merusak yang lainnya.

Score air dan besi 1:0 untuk rintangan ini atas kemenangan air.

Rintangan kedua mereka ialah mereka harus melalui berbagai celah sempit untuk tiba di dasar gua.

Besi mengubah dirinya menjadi mata bor yang kuat dania mulai berputar untuk menembus celah-celah itu. Tetapi celah-celah itu cukup sulit untuk ditembus, semakin keras ia memutar memang celah itu semakin hancur tetapi ia pun juga semakin terluka.

Air dengan santainya merubah dirinya mengikuti bentuk celah-celah itu. Ia mengalir santai dan karena bentuknya yang bisa berubah ia bisa dengan leluasa tanpa terluka mengalir melalui celah-celah itu.

Score air dan besi 2:0.

Rintangan ketiga ialah mereka harus dapat melewati suatu lembah dan tiba di luar gua.

Besi kesulitan mengatasi rintangan ini, ia tidak tahu harus berbuat apa, dan akhirnya ia berkata kepada air :“Score kita 2:0, aku akan mengakui kehebatanmu jika engkau dapat melalui rintangan terakhir ini!”.

Airpun segera menggenang sebenarnya ia pun kesulitan mengatasi rintangan ini, tetapi kemudian air membiarkan sang matahari membantunya untuk menguap. Ia terbang dengan ringan menjadi awan, kemudian dengan bantuan angin yang meniupnya keseberang dan mengembunkannya maka air turun sebagai hujan.

Air menang telak atas besi dengan score 3:0.

Pelajaran yang kita dapatkan dari sini, jadikanlah hidupmu seperti air. Air dapat memperoleh sesuatu dengan kelembutannya tanpa merusak dan mengacaukan karena dengan sedikit demi sedikit ia bergerak tetapi ia dapat menembus bebatuan yang keras.

Ingat, hati seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan kasih, bukan dengan paksaan dan kekerasan. Kekerasan hanya menimbulkan dendam danpaksaan hanya menimbulkan keinginan untuk membeladiri.

Air selalu merubah bentuknya sesuai dengan lingkungannya, ia fleksibel dan tidak kaku karena itu ia dapat diterima oleh lingkungannya. Dan sekalipun air mengalami suatu kemustahilan untuk mengatasi masalahnya, ia tidak mengandalkan kekuatannya sendiri. Sehingga ia mengalami mujizat, dan dikaruniakan kemampuan untuk merubah dirinya menjadi uap.

Wanita Buta Yang Beruntung

Seluruh penumpang di dalam bus merasa simpati melihat seorang wanita muda dengan tongkatnya meraba-raba menaiki tangga bus. Dengan tangannya yang lain di meraba posisi dimana sopir berada, dan membayar ongkos bus. Lalu berjalan ke Dalam bus mencari-cari bangku yang kosong dengan tangannya. Setelah yakin bangku yang dirabanya kosong, dia duduk. Meletakkan tasnya di atas pangkuan, dan satu tangannya masih memegang tongkat.

Satu tahun sudah, Yasmin, wanita muda itu, mengalami buta. Suatu kecelakaan telah berlaku atasnya, dan menghilangkan penglihatannya untuk selama-lamanya. Dunia tiba-tiba saja menjadi gelap dan segala harapan dan cita-cita menjadi sirna. Dia adalah wanita yang penuh dengan ambisi menaklukan dunia, aktif di segala perkumpulan, baik di sekolah, rumah maupun di linkungannya. Tiba-tiba saja semuanya sirna, begitu kecelakaan itu dialaminya. Kegelapan, frustrasi, dan rendah diri tiba-tiba saja menyelimuti jiwanya. Hilang sudah masa depan yang selama ini dicita-citakan.

Merasa tak berguna dan tak ada seorang pun yang sanggup menolongnya selalu membisiki hatinya."Bagaimana ini bisa terjadi padaku?"dia menangis. Hatinya protes, diliputi kemarahan dan putus asa. Tapi, tak peduli sebanyak apa pun dia mengeluh dan menangis, sebanyak apa pun dia protes, sebanyak apapun dia berdo'a dan memohon, dia harus tahu, penglihatannya tak akan kembali.

Diantara frustrasi, depresi dan putus asa, dia masih beruntung, karena mempunyai suami yang begitu penyayang dan setia, Burhan. Burhan adalah seorang prajurit TNI biasa yg bekerja sebagai security di sebuah perusahaan. Dia mencintai Yasmin dg seluruh hatinya. Ketika mengetahui Yasmin kehilangan penglihatan, rasa cintanya tidak berkurang. Justru perhatiannya makin bertambah, ketika dilihatnya Yasmin tenggelam kedalam jurang keputus-asaan. Burhan ingin menolong mengembalikan rasa percaya diri Yasmin, seperti ketika Yasmin belum menjadi buta.

Burhan tahu, ini adalah perjuangan yang tidak gampang. Butuh extra waktu dan kesabaran yg tidak sedikit. Karena buta, Yasmin tidak bisa terus bekerja di perusahaannya. Dia berhenti dengan terhormat. Burhan mendorongnya supaya belajar huruf Braile. Dengan harapan, suatu saat bisa berguna untuk masa depan. Tapi bagaimana Yasmin bisa belajar? Sedangkan untuk pergi ke mana-mana saja selalu diantar Burhan? Dunia ini begitu gelap. Tak ada kesempatan sedikitpun untuk bisa melihat jalan. Dulu, sebelum menjadi buta, dia memang biasa naik bus ke tempat kerja dan ke mana saja sendirian. Tapi kini, ketika buta, apa sanggup dia naik bus sendirian? Berjalan sendirian? Pulang-pergi sendirian? Siapa yang akan melindunginya ketika sendirian? Begitulah yang berkecamuk di dalam hati Yasmin yg putus asa. Tapi Burhan membimbing Jiwa Yasmin yg sedang frustasi dg sabar. Dia merelakan dirinya untuk mengantar Yasmin ke sekolah, di mana Yasmin musti belajar huruf Braile.

Dengan sabar Burhan menuntun Yasmin menaiki bus kota menuju sekolah yang dituju. Dengan Susah payah dan tertatih-tatih Yasmin melangkah bersama tongkatnya. Sementara Burhan berada di sampingnya. Selesai mengantar Yasmin dia menuju tempat dinas. Begitulah, selama berhari-hari dan berminggu-minggu Burhan mengantar dan menjemput Yasmin. Lengkap dengan seragam dinas security.

Tapi lama-kelamaan Burhan sadar, tak mungkin selamanya Yasmin harus diantar; pulang dan pergi. Bagaimanapun juga Yasmin harus bisa mandiri, tak mungkin selamanya mengandalkan dirinya. Sebab dia juga punya pekerjaan yg harus dijalaninya. Dengan hati-hati dia mengutarakan maksudnya, supaya Yasmin tak tersinggung dan merasa dibuang. Sebab Yasmin, bagaimanapun juga masih terpukul dengan musibah yg dialaminya.

Seperti yg diramalkan Burhan, Yasmin histeris mendengar itu. Dia merasa dirinya kini benar-benar telah tercampakkan."Saya buta, tak bisa melihat!"teriak Yasmin."Bagaimana saya bisa tahu saya ada di mana? Kamu telah benar-benar meninggalkan saya."Burhan hancur hatinya mendengar itu. Tapi dia sadar apa yang musti dilakukan. Mau tak mau Yasmin musti terima. Musti mau menjadi wanita yg mandiri. Burhan tak melepas begitu saja Yasmin. Setiap pagi, dia mengantar Yasmin menuju halte bus. Dan setelah dua minggu, Yasmin akhirnya bisa berangkat sendiri ke halte. Berjalan dengan tongkatnya. Burhan menasehatinya agar mengandalkan indera pendengarannya, di manapun dia berada.

Setelah dirasanya yakin bahwa Yasmin bisa pergi sendiri, dengan tenang Burhan pergi ke tempat dinas. Sementara Yasmin merasa bersyukur bahwa selama ini dia mempunyai suami yang begitu setia dan sabar membimbingnya. Memang tak mungkin bagi Burhan untuk terus selalu menemani setiap saat ke manapun dia pergi. Tak mungkin juga selalu Diantar ke tempatnya belajar, sebab Burhan juga punya pekerjaan yg harus dilakoni. Dan dia adalah wanita yg dulu, sebelum buta, tak pernah menyerah pada tantangan dan wanita yg tak bisa diam saja. Kini dia harus menjadi Yasmin yg dulu, yg tegar dan menyukai tantangan dan suka bekerja dan belajar. Hari-hari pun berlalu. Dan sudah beberapa minggu Yasmin menjalani rutinitasnya belajar, dengan mengendarai bus kota sendirian.

Suatu hari, ketika dia hendak turun dari bus, sopir bus berkata,"saya sungguh iri padamu". Yasmin tidak yakin, kalau sopir itu bicara padanya."Anda bicara pada saya?""Ya", jawab sopir bus."Saya benar-benar iri padamu". Yasmin kebingungan, heran dan tak habis berpikir, bagaimana bisa di dunia ini, seorang buta, wanita buta, yg berjalan terseok-seok dengan tongkatnya hanya sekedar mencari keberanian mengisi sisa hidupnya, membuat orang lain merasa iri?"Apa maksud anda?"Yasmin bertanya penuh keheranan pada sopir itu."Kamu tahu,"jawab sopir bus,"Setiap pagi, sejak beberapa minggu ini, seorang lelaki muda dengan seragam militer selalu berdiri di sebrang jalan. Dia memperhatikanmu dengan harap-harap cemas ketika kamu menuruni tangga bus. Dan ketika kamu menyebrang jalan, dia perhatikan langkahmu dan bibirnya tersenyum puas begitu kamu telah melewati jalan itu. Begitu kamu masuk gedung sekolahmu, dia meniupkan ciumannya padamu, memberimu salut, dan pergi dari situ. Kamu sungguh wanita beruntung, ada yang memperhatikan dan melindungimu".

Air mata bahagia mengalir di pipi Yasmin. Walaupun dia tidak melihat orang tersebut, dia yakin dan merasakan kehadiran Burhan di sana. Dia merasa begitu beruntung, sangat beruntung, bahwa Burhan telah memberinya sesuatu yang lebih berharga dari penglihatan. Sebuah pemberian yang tak perlu untuk dilihat; kasih sayang yang membawa cahaya, ketika dia berada dalam kegelapan.
 

Aku Datang Maisya

Aku telah dilanda keinginan mengebu untuk menikah. Bahkan sudah kujalani semua cara agar cepat bisa melaksanakan sunah Rasul yang satu ini. Malah aku selalu mengimpikannya di tiap malam menjelang tidur.

Gadis yang kuidamkan sejak kecil, bahkan menjadi teman main bersama, ternyata dinikahi orang lain. Padahal dia sudah ngaji.Sedih juga rasanya. Ada juga yang aku dapatkan dari orang yang aku kenal baik, dan sudah kujalani “prosedurnya”. Tapi ternyata kandas karena aku dinilai masih terlalu muda untuk menikah.

Akhirnya , aku kenal dengan seseorang yang sesuai dengan kriteria. Aku mengenalnya dengan perantaraan teman dekatku. Jujur saja, aku telah mendapat biodatanya, juga gambaran wajahnya. Langsung saja kukatakan pada teman dekatku bahwa aku sangat-sangat setuju.

“Eh, ente (kamu) harus ketemu dulu dan tahu dengan baik siapa dia,” kata temanku.

Tapi kujawab enteng, “Tapi ane (aku) langsung sreg kok”.

“Ya sudah, terserah ente aja lah,” sahut temanku sambil geleng-geleng kepala.

Karena aku yakin pacaran jelas-jelas dilarang dalam Islam sebab hal itu adalah jalan menuju zina, aku pun tak menjalaninya. Jangankan zina, hal-hal yangakan mengarahkan kepadanya saja sudah dilarang. Oleh karena itu, aku hanya menunggu waktu kapan ada pembicaraan awal antara aku dan Maisya (akhwat incaranku itu). Sabar deh, sementara ikuti saja seperti air mengalir.

Lewat kurang lebih 2-3 minggu mulailah terjadi pembicaraan antar aku dan Maisya. Ketika kuberanikan diri memulai pada poin yang penting yaitu mengungkapkan niatkuuntuk menikahinya, apa jawabnya? Aku disuruh menghadap murabbinya (guru/pembimbing).

“Kenapa tidak ke orang tua Maisya saja?” tanyaku.

“Tidak, pokoknya akhi (saudara lelaki) harus ketemu dulu sama Murabbi saya.” jawabnya.
Aku baru tahu, ada seorang akhwat ketika ada yang ingin menikahinya disuruh menghadap Murabbinya, bukan orang tuanya. Padahal, di antara birrul walidain adalah menjadikan orang tua sebagai orangyang pertama kali diajak diskusi tentang pernikahan, bukan gurunya, ustadznya, atau siapa pun. Barulah kutahu itu merupakan kebiasaan akhwat-akhwat tarbiyah (pergerakan).

***
Aku catat alamat murabbi (MR) yang Maisya sebutkan. Pada hari Ahad kuajak 2 teman dekatku untuk menemani ke rumah sang MR. Dengan sedikit kesasar akhirnya sampailah kami di rumahnya. Tapi setelah pencet tombol tiga kali dan “Assalamu’alaikum” tiga kali tak dibuka, kami pun pulang dengan agak kecewa, sebab siang itu adalah jam 2, saat matahari sangat terik menyengat.

Kutelepon Maisya bahwa aku tak bisa ketemu MR-nya. Maisya membolehkanku hanya dengan menelepon MR. Malam itu juga aku pun menelepon dan alhamdulillah nyambung. Aku ditanya segala macam yang berkaitan dengan agama. Dari masalah belajar, kerja, ngaji, tarbiyah, murabbi-ku, ustadz yang sering kuikuti kajiannya, sampai buku-buku yang sering kubaca. Juga, pertanyaan-pertanyaan tambahan lainnya.

Dengan polos dan santai kujawab pertanyaan-pertanyaan itu. Yang membuatku heran, ketika kusebutkan nama ustadz-ustadz yang sering kuikuti kajiannya sampai, nada MR agak beda dari awal pembicaraan. Terutama ketika kusebutkan kitab-kitab yang sering kujadikan rujukan dalam memahami agama. Aku belum tahu kenapa bisa begitu.

Kuceritakan pembicaraan itu pada teman dekatku. Ternyata temanku menjawab dengan nada menyesal.

“Aduh, kenapa tidak bicarakan dulu denganku. Ente tahu? Kalau akan menikahi akhwat tarbiyah sedang ente tidak ikut dalam tarbiyah atau liqa’ tertentu dan punya MR, maka ente otomais akan ditolak.Apalagi ente sebutkan nama-nama ustadz, buku-buku dan para syeikh Timur Tengah, bakalan ditolak deh, itu sudah ma’ruf (populer).”

“Lho kan ane jawab jujur, saat ini ane tidak ikut tarbiyah, atau apa namanya tadi, liqa’? Ya memang aku tak ikut. Ane juga nggak punya MR dong. Oo.., jadi begitu ya?” aku hanya melongo.

***
Beberapa hari kemudian, aku dapat telpon dari Maisya yang menjadikan hatiku sedikit hancur.
“Assalamu’alaikum, akhi saya sudah mempertimbangkan semuanya, mungkin Allah belum menakdirkan kita berjodoh. Semoga kita sama-sama mendapatkan yang terbaik untuk pasangan kita, saya minta maaf, kalau ada kesalahan selama ini,Assalamu’alaikum,”

“Kletuk, nuut nuut nuut” terdengar suara gagang telpon ditutup dan nada sambung terputus.

Aku masih memegang gagang telepon dan hanya bisa melongo mendapat jawaban tersebut. Kutaruh gagang telpon dengan lunglai. “Astagfirullah,” kusebut kata-kata itu berulang kali. Apa yang harus kuperbuat? Tak tahu harus bagaimana. Tapisohib dekatku yang dari tadi memperhatikanku waktu menelepon nyeletuk .

“Ditolak ya? Udah deh, kan masih banyak harem (wanita) lain, ngapain ngejar-ngejar ngapain ngejar-ngejar yang sudah jelas-jelas nolak.”

Aku jawab saja dengan ketus, “Ane belum nyerah, karena ada janggal dalam pemolakan it, ane belum yakin dia menolak, akan ane coba lagi”.
“Udah deh jangan terlalu PD,” sahut sohibku.

Ternyata bener juga kata temanku itu, jawaban-jawabanku kepada MR menyebabkan aku ditolak oleh Maisya. Akudipandang beda manhaj dalam memahami Islam, padahal yang kusebutkan waktu menjawab pertanyaan tentang buku-buku rujukan adalah Fathul Majiid, Al-Ushul Al-Tsalatsah, dan kitab-kitab karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad Shalih Utsaimin, yang semuanya aku tahu bahwa mereka selalu mendasarkan bahasannya kepada dalil-dalilyang shahih.

Hatiku sudah terlanjur cocok sama Maisya. Jujur aku sudah merasa sreg sekali kalau Maisya jadi pendamping hidupku. Tapi aku ditolak. “Apa yang harus kuperbuat?” kataku dalam hati. Menyerah kemudian mencari yang lain? Baru begitu saja kok nyerah.

Tanpa sepengetahuan sohibku, kutulis suratke orangtua Maisya. Yang kutahu bahwa dia hanya punya ibu. Bapaknya sudah meninggal saat Maisya berumur 8 tahun. Kutulis surat yang isinya kurang lebih tentang proses penolakan itu. Juga janjiku jika ditolak oleh ibunya, maka aku akan menerima dan tak akan menghubunginya lagi.

Dengan penuh harap kukirim surat tersebut, tak disangka ternyata surat itu sampai di tangan Maisya dan dibacanya. Alamak, kenapa bisa begitu? Untuk beberapa hari tidak ada respon. Gundah gulana pun datang. Apa yang harus kulakukan?

Kuputuskan untuk mengirim surat ke Maisya langsung. Semuanya aku ungkapkan dengan bahasa setengah resmi tapi santai. Aku memang sedikit ndableg. Dipenghujung surat tersebut kukatakan, “Kalau memang Allah takdirkan kita tidak jodoh, saya punya satu permintaan, tolonglah saya untuk mendapatkan pendamping dari teman-teman Maisya yang Maisya pandang pas untuk saya, minimal yang seperti Maisya.”

Kupikir Maisya akan “tersungkur” dengan membaca suratku yang panjang lebar. Aku berpikir seandainya ada orang membaca suratku, pasti akan mengatakan “rayuan gombal!”. Tapi jujur saja, itu berangkat dari hatiku yang paling dalam.

Surat kedua itu, qadarallah ternyata malah diterima dan dibaca oleh ibu Maisya dan kakak perempuannya. Nah, dari situkah terjadi kontak antara aku dan keluarganya. Tak disangka-sangka kudapat telpon dari kakak perempuan Maisya, Kak Dahlia (tentusaja bukan nama asli). Kak Dahlia menelepon dan memintaku untuk datang ke rumahnya guna klarifikasi surat tersebut.

***
Seminggu kemudian kupeniuhi undangan itu. Setelah bertemu dan “sesi tanya-jawab”, dengan manggut-manggut akhirnya Kak Dahlia angkat bicara,

“Baiklah, kakak sudah dengar cerita kamu, saya heran kenapa Maisya menolakmu, ya? Padahal menurut hemat kakak, kamu pantas diterima kok”.

Hatiku berbunga-bunga mendengarnya,. Tapi langsung surut lagi karena pernyataan itu datang dari Kak Dahlia bukan Maisya. Aku sedikit senyum kecut menanggapi omongan kak Dahlia.

“Begini aja deh, kamu sekarang pulang dulu. Biar nanti kakak dan Umi yang akan rayu Maisya. Pokoknya kamu banyak doa aja. Pada dasarnya kami setuju kok sama kamu.”

Aku izin pulang dengan sedikit riang gembira. Mulutku hanya bergumam penuh doa, semoga Allah mengabulkan cita-citaku. Kira-kira 2 minggu setelah itu kudapat telpon lagi dari Kak Dahlia agar akuke rumahnya. Dia bilang aku harus bertemu langsung dengan Maisya. Hatiku pun berdebar. Dengan sedikit gagap aku iyakan undangan itu. “Besok deh Kak, insyaAllah saya datang,” jawabku.

Aku duduk di kursi ruang tamu yang sama untuk kedua kalinya. Sedikit basa-basi Kak Dahlia mengajakku ngobrol tentang hal-hal yang belum ditanyakan pada pertemuan sebelumya. Kurang lebih 10-15 menit Kak Dahlia memanggil Maisya agar ke ruang tamu menemuiku. Dadaku berdegub. Inilahsaatnya aku nadhar (melihat) bagaimana rupa Maisya yang sebenarnya. Apa sama seperti yang kubayangkan sebelumnya? Jangan-jangan tidak sama. Lebih jelek atau bahkan lebih cakep dari aslinya. Tunggu saja deh.

Tidak lama kemudian keluarlah sosok makhluk Allah yang bernama Maisya. Aku tetap menjaga pandanganku. Tapi jujur saja, tak kuasa kucuri pandang untuk yang pertama kalinya. Bahkan seharusnya untukacara nadhar biasanya lebih dari mencuri pandang, karena memang dianjurkan oleh Rasulullah. Tapi bagiku sangat cukup melihatnya sekali-kali. Aku hanya bisa mengatakan dalam hatiku tentang Maisya, subhanallah! Aku tak bisa ceritakan kepada pembaca karena itu hanya untukku saja.

Tak sadar keringat dingin mengalir dari pelipis. Ada apa gerangan? Kenapa rasanya agak grogi? Ah, aku harus teguh dan tangguh hadapi semua ini. Obrolan pun mulai bergulir. Dari mulai pertanyaan-pertanyaan agama secara umum sampai diskusi tentang kerumahtanggaan. Kurang lebih satu jam aku di rumah itu. Aku pun pamit sambil memberikan hadiah-hadiah buku-buku kecil tentang agama.

Di bus kota aku senyum-senyum sendirian. Seakan-akan bus itu adalah bus patas AC padahal sebenarnya hanya bus ekonomi yang panas dan penuh asap rokok. Tapi semua itu tidak kurasakan. Kuberdoa semoga rayuan Kak Dahlia berhasil.

Ternyata benar, beberapa hari kemudian aku ditelepon Maisya, kali ini menanyakan kelanjutan proses kami kemarin. Kujawab jika dibolehkan akan kuajak keluargaku di waktu yang kutentukan. Di penghujung pembicaraan, Maisya setuju dengan tawaranku.

Kutanya ke sana ke mari tentang barang-barang apa yang pantas dibawa ketika meng-khitbah seorang wanita. Kubeli sebuah koper kecil dan kuisi dengan barang-barang seperti bahan pakaian, komestik, sepatu, dan sebagainya. Tak lupa aku bawakan buah-buahan seadanya. Hal ini sebenarnya sudah kutanyakan kepada Maisya, tapi Maisya hanya menjawab terserah aku mau bawa apa saja pasti dia akan terima. Duh…, senangnya.

Sebelumnya aku lupa, ternyata Maisya masih punya darah Arab dari ibunya. Bahkan, ibunya punya nasab Arab yang dikenal di Indonesia sebagai Habib (Orang Arab yang mengaku punya garis nasab langsung dengan Rasulullah). Padahal setahuku Rasulullah tak punya keturunan laki-laki yang kemudian punya anak. Yang ada hanya Fatimah yang diperistri oleh Ali bin Abi Thalib. Sedangkan dalam Islam, darah nasab hanya sah dari garis bapak atau lelaki ( Koreksi: Cucu beliau dari anak-anak beliau merupakan termasuk keluarga beliau yang berarti ahlul bait). Jadi, mungkin yang dimaksud mereka adalah keturunan dari Ali bin Abi Thalib.

Satu hal yang perlu diketahui, bahwa dalam adat orang Arab terutama golongan Habaib atau Habib, wanita mereka pantang dinikahi oleh non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Alasan yang populer adalah mereka merasa lebih mulia dari keturunan non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Aku pun harus siap dengan apa yang akan aku hadapi nanti. Bisa jadi ditolak atau tidak. Dan yang ada di depan mataku adalah ditolak.

Aku datang sekeluarga dengan naik Taksi. Aku tidak punya mobil. Dari mana aku punya mobil sedangkan aku baru bekerja setahun? Sambutan hambar kudapatkan ketika memasuki ruang tamu. Di situ sudah hadir ibu-ibu yang merupakan keluarga besar dari ibu Maisya. Anehnya,di acara itu tidak hadir laki-laki dari pihak keluarga besar Maisya.

Kemudian acara dilanjutkan dengan saling memberi sambutan. Namun yang kutunggu hanya momen di mana Maisya menerima lamaranku dari mulutnya sendiri. Saat itu pun tiba. Dengan agak malu-malu dan terbata-bata Maisya menerima lamaranku.

Diakhir acara ketika hari penentuan hari “H”dan bentuk acaranya. Ada salah satu dari anggota keluarga Maisya yang menanyakan uang untuk walimah nanti. Aku hanya menjawab bahwa hal itu sudah kubicarakan dengan Maisya. Tapi dia memaksaku untuk menyebutkan jumlahnya. Aku tetap tak mau menyebutkan. Rupanya orang tadi kecewa berat dengan jawabanku.

Setelah acara selesai, aku pamit. Sedikit legakulalui detik-detik mendebarkan. Aku bersyukur kepada Allah yang meloloskan diriku pada babak berikutnya dalam usaha mengamalkan sunah Rasulullah yang muliaini.

Ternyata ujian belum selesai juga. Maisya didatangi keluarga besarnya dengan membawa lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Lamaranku ditimpa oleh lamaran orang lain. Orang yang akan dijodohkan dengan Maisya masih punya hubungan keluarga. Mereka datang denganmobil, membawa makanan banyak sekali, uang lamaran, dan juga perhiasan.

Apa yang kubawa kemarin tidak ada apa-apanya dibanding dengan yang dibawa pelamar kedua ini. Tapi subhanallah, apa yang Maisya lakukan? Maisya tak mau menemuinya. Maisya tak menerima lamarannya.

Bahkan setelah rombongan itu pulang dan meninggalkan bawaan mereka sebagai lamaran untuk Maisya, apa yang Maisya lakukan? “Kembalikan semua barang bawaannya dan jangan ada yang menyentuh walau untuk mencicipi makanan, kembalikan dan jangan ada yangtersisa di rumah ini.” Aku dapatkan cerita ini dari kak Dahlia yang meneleponku.

Mendengar semua ini, tak terasa air matakumenetes membasahi pipiku. Padahal aku adalah lelaki yang selama ini selalu berpantang untuk menangis. Saat itulah aku mulai yakin bahwa Maisya harus kudapatkan, sekali pun harus menghadapi hal-hal yang menyakiti hatiku.

***
Beberapa hari kemudian aku mendapat telepon dari seorang ibu yang mengaku bibi Maisya. Ketika kutanya namanya dia tak mau menyebutkan. Malah dia nyerocos panjang lebar tentang acara lamaranku kepada Maisya. Dengan nada sinis dan tinggi dia mulai merayuku untuk membatalkan lamaranku. “Saya kasih tau ya! Kamu kan baru bekerja belum satu tahun, belum punya rumah dan mobil. Sedangkan Juli Jajuli (bukan nama asli) kan sudah punya kerjaan, rumah besar, mobil ada dua. Jadi, kamu batalkan lamaran. Biar Maisya menerima lamaran Jajuli. Kamu kan bisa cari yang lain.”

Hhh! Betapa mendidih mendengar ocehan sinis itu. Tapi aku langsung kontrol diri. Aku jawab dengan suara pelan dan sopan bahwa aku akan terima hal itu dengan ikhlas tanpa ada paksaan dari siapa pun. Sebelum kudengar langsung dari mulut Maisya, aku tak akan pernah membatalkan lamaranku. Gubrakkkk!, terdengar suara gagang telepon dibanting, padahal jawabanku belum selesai.

Suatu hari di tengah kesibukanku, datanglah seorang wanita sekitar umur 25-30 tahun ke kantorku. Tanpa permisi dan sopan santun dia menghampiriku, “Kamu yang melamar Maisya? Kamu tuh ga tahu diri ya? Belum jadi menantu saja sudahbelagu,” cerocosnya.

“Mohon tenang dulu, apa masalahnya? Ayokita duduk dulu di sini jelaskan dengan pelan,” sambutku dengan sabar.

“Kamu tuh kalo ngasih alamat yang jelas, biar mudah dicari, saya sudah muter-mutermencari alamatmu tapi ternyata tidak ketemu-ketemu, apa kamu mau mempermainkan kami?” tukasnya sambil menunjukkan kartu namaku.

“Apa tadi ente tidak tanya sama orang-orang?” tanyaku.

“Tidak!” jawabnya ketus.

“Ya jelas pasti kesasar, seharusnya ente tanya-tanya dong,” sahutku.

“Aaah udah deh jangan banyak alasan,” jawabnya. “Eh aku kasih tau ya, kau tuh jangan pernah macam-macam dengan keturunan Nabi, kuwalat loh!”, ancamnya.

Dengan sedikit senyum kujawab ancamannnya, “Kalo Nabi punya keturunan seperti ente, pasti Nabi akan sangat marah pada ente. Wanita kok pakai celana jeans, kaos ketat, dan tidak berjilbab. Nabi tentu akan malu jika punya keturunan seperti ente.” Wanita itu kabur sambil ngomel-ngomel entah apa yang dia katakan.

Kejadian itu membuat hatuku semakin was-was dan khawatir. Kalau demikian dengkinya mereka dengan pernikahanku bersama Maisya, maka bisa jadi mereka akan lebih jauh lagi dalam memberikan “teror”. Akankah mereka menghalangiku sampai pelaksanaan hari “H”? Wallahu a’lam.

Yang jelas sebelum aku tanda tangan surat nikah yang disediakan penghulu, maka akubelum bisa menentukan bahwa Allah takdirkan aku menikahi Maisya. Semuanya bisa terjadi. Sabarkanlah diriku ya Allah.

Dari telepon pula aku tahu bahwa Maisya sempat disidang oleh keluarga besarnya untuk membatalkan pernikahan denganku.Tapi dia lebih memilih akan kabur dari rumah dan tetap menikah denganku. Padahal keluarganya memberi pilihan: batalnikah atau putus hubungan keluarga.

***
Undangan mulai kucetak. Sederhana sekali karena aku memang tidak punya biaya banyak untuk pernikahan ini. Aku tidak punya saudara di kota tempat Maisya tinggal. Jadi undangan yang banyak hanya untuk keluarga, tetangga, dan kenalan Maisya.

Hari H semakin dekat. Persiapan juga semakin matang. Aku terharu lagi ketika ditanya, “Akhi siapnya ngasih berapa untukpersiapan ini? Tapi jangan merasa berat danterpaksa, kalau tidak ada ya nggak apa-apa.” Aku hanya bisa tergagap menjawabnya. Ku katakan bahwa aku akanmendapat sumbangan dari kantorku tapi perlu proses untuk cair, jadi sementara aku hanya bisa beri sedikit. Itu pun sudah kupaksakan pinjam ke sana-sini. Tapi Maisya menyambut hal itu dengan tanpa cemberut sedikitpun. Subhanallah.

Panitia pernikahan dari ikhwan sudah aku siapkan. Aku bertekad bahwa pernikahan ini harus seislami mungkin, di antaranya memisahkan antara tamu pria dan wanita walau mungkin akan mendapatkan respon yang bermacam-macam. Aku tak peduli.

Keluarga Maisya pun tak tinggal diam. Di antara mereka ada yang memintaku agar busana Maisya pada saat penikahan nanti adalah busana pengantin pada umumnya. Astaghfirullah, usulan yang sangat berlumuran dosa. Jelas kutolak mentah-mentah.

Ada juga yang nyeletuk agar pernikahan kami dihibur dengan orkes atau musik gambus dan yang sejenisnya. Tapi itu pun aku tolak. Ternyata sampai mendekati hari H pun aku harus beradu urat syaraf denganmereka.

Tibalah saatnya kegelisahanku yang paling dalam. Aku sedang berpikir bagaimana jadinya jika ada yang mengacaukan pernikahanku. Aku punya seorang saudaramarinir. Aku telepon dia dan kuwajibkan datang. Kalau perlu pakai seragam resmi lengkap. Aku akan jadikan dia sebagai pengamanan tambahan. Karena pengamanan Allah lebih kuat, bahkan tidakperlu ada pengamanan tambahan. Itu hanya ikhtiar saja. Malam hari “H” dia datang dan siap menghadiri acara nikah besoknya.

Aku minta bantuan teman lamaku untuk mengantarku pakai Kijang. Teman senior kantorku yang sudah aku anggap orang tuaku juga siap mengantar pakai Panther, bahkan dialah yang akan memberi sambutan dari pihak mempelai pria.

Dengan sedikit gemetar dan mata sedikit basah, aku lalui proses ijab kabul yang sederhana tanpa disertai ritual-ritual yang tidak ada dasarnya seperti sungkem, injak telor, membasuh kaki, dan sebagainya.

Tangisku meledak ketika berdua dengan Maisya untuk pertama kalinya. Tangis makin dahsyat saat aku menghadap ibuku. Kupeluk erat-erat ibuku, kakakku, dan saudara yang mendampingiku.

Subhanallah, aku sudah menjadi seorang suami. Aku menjadi kepala keluarga yang didampingi oleh Maisya yang aku dapatkandengan “darah dan air mata”. Akhirnya kulalui rumah tangga ini dengan segala bunga rampainya sampai dikaruniai beberapa anak yang lucu-lucu. Semoga dapat aku lalui kehidupan ini dengan diiringi bimbingan dari yang Maha membolak balikkan hati, sehingga hatiku tetap teguh dengan agama-Nya.

Suami Maisya

Diambil dari Buku “Semudah Cinta Di Awal Senja” Terbitan Nikah Media Samara
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com