“Setelah selesai magister manajemen saya berencana kuliah lagi, jurusan tata boga, terus saya akan kuliah lagi jurusan apa” belum selesai mengucapkan jurusan apa. Selanjutnya Pak Yazid tampak terkejut, “Aida kamu masak mau sekolah terus, kapan kamu mau kerja”, sergah pak Yazid dengan penuh penasaran.
Tulisan Ummu Mumtaz (ibu rumah tangga, tinggal di Yogyakarta),- dimuat di ‘Fahma’ Vol 6 No.08 Agustus 2009, hal 16-17- ini, banyak yang dapat kita ambil faedahnya, insya Allah. Apa saja faedah yang bisa kita dapatkan? Silakan temukan sendiri faedah-faedah yang berserak…. selamat mencari.
Aida setiap hari kesepian di rumah, pasalnya bapak dan ibu Aida selalu pulang sore. Aida anak tunggal, kebetulan tetangga dekat tidak mempunyai anak seusia Aida. Sepulang sekolah biasanya Aida menggunakan waktunya untuk mengulang pelajaran sekolah dan jika sudah capek beralih nonton televisi. Begitulah rutinitas Aida sehari-hari.
Ibu Aida biasanya pulang kerja pukul 16.00 WIB, sedangkan bapak Aida pulang kerja selepas Maghrib. Oleh-oleh kedua orangtua Aida selalu tak kelupaan buat Aida. Kadang Aida sendiri yang pesan makanan kesukaanya, bakso.
Karena bekerja seharian ibu Dina orangtua Aida tampak capek sesampai di rumah, ibu Dina seorang manager perusahaan kertas FT Satria Makmur. Perusahaan di mana ibu Dina menjadi manager, memiliki karyawan 10.000 orang. Lain halnya dengan pak Yazid, orang tua Aida ini pengawas mekanik perusahaan tekstil PT Sritex Jaya. Karena jarak tempuh yang lebih jauh jika di banding tempat kerja ibu Dina, maka pak Yazid harus berangkat lebih dulu dan pulang belakangan.
Hari-hari Aida ditemani oleh seorang pembantu bagian dapur dan seorang pegawai taman. Perasaan jenuh kerap menimpa Aida ketika menunggu kedua orang tua pulang kerja. Rumah besar yang dilengkapi berbagai perabot mewah selalu sepi, kecuali sekali waktu ada teman-teman ibu Dina arisan.
Aida perlahan tapi pasti beranjak remaja. Sekarang kelas dua SMP. Kisah Aida yang begitu mencengangkan bermula dari kelas dua SMP.
Setiap pulang kerja ibu Aida selain tampak capek juga mengeluh tentang persoalan di tempat kerja. Ibu Aida tak menyadari ekspresi wajah dan keluhan persoalan kerjanya direkam oleh putrinya, belum selesai ibunya bercerita, Aida kedatangan bapaknya pulang kerja. Cerita serupa meluncur dari pak Yazid ayah Aida. “Hari ini sial betul saya, lima mesin macet total secara mendadak, saya kena teguran keras pimpinan“, sambil meletakkan tas di atas meja, pak Yazid melanjutkan keluhannya.
Aida tertegun memandangi kedua orangtuanya, ia tidak mendapati tegur sapa kedua orang tuanya. Tanpa disadari Aida terbersit pikiran negatif tentang dunia kerja. “Wah besok aku tidak mau kerja, kerja itu capek, ruwet dan tidak menyenangkan, aku akan sekolah terus saja“, pikir Aida sambil melamun.
Aida lulus SMP, orang tua Aida menawari untuk memilih sekolah yang disukai Aida. Kedua orang tua Aida tampak senang karena nilai UAN Aida bagus. Aida memilih sekolah berkelas internasional, yang waktu sekolahnya lebih panjang. Alasan Aida memilih sekolah internasional agar bisa lama di sekolah, berangkat jam 06.00 WIB hingga jam 18.00 WIB. Karena di rumah sepi.
Prestasi akademik Aida luar biasa, setiap hari bisa memberikan kebanggaan buat orangtua. Perjalanan Aida di SMA cukup gemilang hingga kelas 3. Aida merasa enjoy di sekolah, karena banyak teman-temannya yang baik dan fasilitas sekolah lengkap.
Waktu ujian akhirpun tiba, Aida telah siap dengan segalanya. Pak Yazid kaget ketika membaca koran, kalau pekan depan sudah tiba saatnya ujian. Maklum selama ini tidak sempat menanyakan kesiapan ujian pada anaknya. “Aida, besok Senin kamu ujian kan, sudahkah kamu siap untuk ujian nak…?” teriak Yazid kepada putrinya, Aida. Aida yang ada di dalam kamar spontan menjawab, “Sudah“.
Usai ujian, Aida cukup gembira, nilai sembilan tiap mata pelajaran diraihnya dengan mudah. “Saya harus mendapatkan nilai bagus agar saya bisa kuliah, saya tidak mau kerja“, gumam Aida. Masuklah Aida kejurusan ekonomi kelas internasionnal. Kedua orangtua Aida amat gembira dengan keberhasilan anaknya, Aida.
Seiring dengan karir yang meningkat ibu Dina semakin sibuk, keluhan capek dan keruwetan di kantor semakin nyaring di telinga Aida. Aida semakin “alergi” dengan kerja. Gelar sarjana begitu cepat diraih Aida, prestasi akademik diraih dengan gemilang, IPK 3,9 indikatornya.
Kedua orangtua Aida ternyata sempat memperbincangkan lapangan kerja buat satu-satunya buah hati mereka. Saling tarik-menarik antara pak Yazid dan Ibu Dina terjadi. Pak Yazid menghendaki Aida masuk dan berkarir di tempatnya kerja PT Tekstil Sritex Jaya, ibu Dina juga menghendaki Aida bekerja di tempat ia bekerja, pabrik kertas PT Satria Makmur. Deadlock pun terjadi. Akhirnya mereka sepakat menyerahkan pilihan kerja pada yang bersangkutan, Aida.
Selepas makan malam Bu Dina menyempatkan mengajak bicara Aida, pekerjaan apa yang akan ia kehendaki setelah lulus sarjana ekonomi. “Aida, ibu sangat ingin kamu bekerja bersama ibu, gajinya bisa besar“, kata ibu. Pak Yazid pun menimpali, “Aida, kebetulan di tempat bapak kerja membutuhkan tenaga baru, kamu bisa masuk“. Tak sepatah katapun keluar di mulut Aida. Kedua orang tuanya, menunggu pilihan kerja di mana yang dikehendaki Aida.
“Ibu, bapak, saya akan sekolah lagi, saya tidak mau kerja. Saya akan mengambil program studi magister manajemen“, kata Aida. Kedua orangtua tampak senang walaupun keinginan Aida untuk mengikuti jejak kerjanya tidak terkabul. Keadaan mendadak berubah menjadi tegang ketika Aida melanjutkan bicaranya.
“Setelah selesai magister manajemen saya berencana kuliah lagi, jurusan tata boga, terus saya akan kuliah lagi jurusan apa…” belum selesai mengucapkan jurusan apa. Selanjutnya Pak Yazid tampak terkejut. “Aida kamu masak mau sekolah terus, kapan kamu mau kerja“, sergah pak Yazid dengan penuh penasaran.
“Aku tidak mau kerja, aku mau sekolah terus, kerja itu capek banyak persoalan dan tidak enak“, lanjut Aida.
Kedua orangtua Aida nampak berpandangan, terbersit saling menyalahkan antara keduanya.