Di bawah ini terdapat sepenggal kisah nyata tentang perjuangan seorang ibu dalam menunjukkan kasihnya yang tulus kepada keluarga dan anak-anaknya. Namun sayang, kisah nyata ini berakhir tragis dan menyedihkan. Saya berdoa, kiranya keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan penghiburan oleh Tuhan.
SRI Hastuti (36), warga Kampung Sewu, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah, menunjukkan makna pengorbanan seorang ibu, sehari sebelum Hari Ibu diperingati. Dia tewas terbakar bersama dua putrinya saat si jago merah menghanguskan rumah bertingkat dua yang mereka tempati, Minggu (21/12) sekitar pukul 04.30.
Sri tewas saat mencoba menyelamatkan kedua putrinya, Ruth Nina Sari (17) dan Ruth Lisa Apriani (14). Sebelumnya, ia sudah menyelamatkan anak bungsunya, Rendra Sigit Wicaksono (10) dan suaminya, Sutrisno (45).
Rendra dan Sutrisno selamat dan menjadi saksi sebuah perjuangan seorang ibu yang benar-benar mencintai dan merelakan hidupnya untuk keluarga.
Sri adalah orang yang pertama kali merasakan sesuatu yang tidak beres terjadi di rumahnya. Merasa curiga karena panas dan khawatir rumah mereka terbakar, wanita bertubuh subur ini kemudian membangunkan suaminya.
Sri Hastuti yang akrab dipanggil Iik bergegas turun- kamarnya terletak di lantai dua-untuk mencoba memadamkan api. Dia membangunkan Rendra dan menyerahkan anaknya itu kepada suaminya. Sutrisno yang merasa api semakin besar menggendong Rendra dan mengeluarkannya melalui pintu yang berhubungan langsung dengan atap rumah tetangga.
Setelah memberikan Rendra kepada suaminya, Sri mencoba membangunkan kedua putrinya. Dia memanggil Nina dan Lisa untuk segera keluar dari kamar. Kamar kedua gadis itu bersebelahan dengan kamar kedua orangtuanya. Meski menyahuti panggilan ibunya, kedua gadis itu tidak juga keluar dari kamar.
Setelah itu, Sri dan Sutrisno bergegas turun untuk mencoba memadamkan api. Menyadari kedua putrinya belum turun juga, Sri kembali naik ke lantai dua. “Anakku masih di atas,” kata Sri seraya menaiki tangga rumahnya yang mulai terbakar seperti dituturkan Sutrisno.
Malang, saat Sri mencoba menolong kedua putrinya, kaki perempuan itu terperosok karena lantai dua rumah tersebut, yang terbuat dari kayu, sudah rapuh akibat jilatan api. Api berkobar semakin besar sehingga Sri tidak dapat menyelamatkan diri. Dia ditemukan dalam keadaan mengenaskan dengan posisi memeluk pegangan tangga dan sebelah kaki terperosok.
Ia menjadi korban saat berusaha menyelamatkan buah hatinya.
Nina dan Lisa tidak sempat keluar dari kamar. Mereka juga ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Ketika ditemukan, Lisa tampak sedang memeluk guling. Sekujur tubuhnya hangus terbakar. Selain hangus terbakar, kepala Nina pun menunjukkan luka berdarah, seperti terkena benturan benda keras.
Mencari air
Menurut Sutrisno, saat Sri kembali naik untuk menyelamatkan kedua putrinya, dia keluar rumah untuk mencari air. Saat itu warga sekitar sudah berdatangan membantu memadamkan api. Namun, karena pada beberapa bagian rumah terdapat benda dan zat kimia yang mudah terbakar, api menjalar dengan cepat dan sulit dipadamkan.
Sebagai pengusaha sablon, Sutrisno memang menyimpan banyak bahan sablon di rumahnya. Bahan tersebut mengandung zat kimia yang mudah terbakar. Selain itu, dia juga menyimpan satu liter bensin yang juga digunakan dalam usaha sablonnya.
Selain terdapat banyak zat kimia, beberapa bagian dalam rumah berukuran sekitar 40 meter persegi itu juga terbuat dari kayu. Tangga menuju lantai dua serta seluruh lantai dua terbuat dari kayu. Sedikit saja tersulut api, rumah tersebut mudah sekali terbakar.
“Kebakaran ini mungkin karena hubungan pendek arus listrik. Kalau kompor, saya rasa tidak mungkin karena gasnya habis. Kompor minyak juga setahu saya sudah mati. Malam itu kami tidak masak apa-apa,” tutur Sutrisno, seraya berkata, pada malam sebelum kejadian, dia baru saja melayat kerabatnya yang meninggal.
Menurut Bayu Senoaji (26), keponakan Sri, api baru dapat dipadamkan sekitar pukul 06.30. Petugas pemadam kebakaran baru tiba di lokasi pukul 05.00. Mereka mengerahkan dua mobil pemadam kebakaran.
Mimpi buruk
Beberapa hari menjelang kematian istri dan kedua putrinya, menurut Sutrisno, dia sering mengalami mimpi buruk. Dalam mimpi tersebut, sering kali dia merasa meninggal. “Saya hanya berdoa semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk pada saya dan keluarga. Semoga itu hanya bunga tidur,” katanya.
Keanehan lainnya, pada malam sebelum kejadian Sri sempat mengajak suaminya mengobrol soal kematian. Padahal itu di luar kebiasaannya. “Saya hanya mengingatkan dia agar selalu siap jika dipanggil setiap saat,” ujarnya.
Menurut Bayu, keanehan lain juga ditunjukkan Nina. Gadis cantik ini sempat berkata kepada kekasihnya, Wisnu, bahwa dia akan pergi jauh bersama ibu dan adiknya. “Tetapi, waktu ditanya mau ke mana, dia enggak menjawab,” kata Bayu.
Rendra sendiri tampaknya belum menyadari “kepergian” ibu dan kedua kakaknya. Ditemui di rumah salah seorang kerabatnya, tidak tampak kesedihan di wajah siswa kelas tiga sekolah dasar ini. “Aku digendong bapakku, terus ditangkap budeku. Terus bapak turun, ibu naik,” kata Rendra.
Ketulusan ibu
Psikolog dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Hastaning Sakti yang dihubungi hari Minggu menyebutkan, nasib tragis yang menimpa Sri sebenarnya sekaligus mengingatkan kembali betapa kasih ibu itu sungguh tulus. Kasih, ketulusan cinta, dan peran ibu sampai saat ini belum tergeserkan.
Sri dalam akhir hidupnya masih menunjukkan pengabdian dan pengorbanan yang begitu besar untuk menjaga keluarganya. Nyawanya pun tak pernah diperhitungkan demi menyelamatkan keluarganya, terutama anak- anak.
“Pengorbanan yang begitu tulus itu bisa sebagai simbol kekuatan perempuan di Hari Ibu. Sekalipun selama ini peran kaum ibu sering luput dari perhatian, pengorbanan yang diberikan seorang ibu sebagai wujud kasih sayangnya harus diakui. Ibu pun bisa melindungi anak-anak dan suami. Melindungi keluarga,” kata Hastaning, Sekretaris Program Studi Psikologi Undip.
Ia pun mengungkapkan, ketulusan seorang ibu sangat penting dalam menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga. Ketulusan yang disertai pengorbanan atas pengabdian, adalah kekuatan paling hakiki dari seorang ibu. Ketulusan itulah yang mungkin mendorong Sri mencoba menolong kedua putrinya, dengan mengabaikan bahaya yang bisa merenggut jiwanya sendiri. (IRN/WHO)
Sumber: Kompas
0 komentar:
Post a Comment